Budaya Menulis

Teks berpindah dalam ruang (yaitu dibawa, diposkan, dikirim lewat faks, e-mail) atau waktu (dilestarikan secara fisik untuk generasi berikutnya, yang mungkin menggunakan bahasa yang dipakai teks itu dengan cara yang sangat berbeda). Perbedaan budaya sebagian besar merupakan fungsi dari jarak yang ditempuhnya, jarak dari suatu tempat atau zaman saat teks itu ditulis ke tempat atau zaman saat teks itu dibaca. Perbedaan tersebut dapat ditandai dengan tindakan atau fakta penerjemahan: penutur asli bahasa Inggris zaman sekarang membaca karya-karya Charles Dickens tanpa perubahan yang berarti (meskipun pembaca Amerika mungkin membaca “jail” –penjara untuk “gaol”), tetapi mereka membaca William Shakespeare dalam “bahasa Inggris yang sudah dimodernkan,” Geoffrey Chaucer dalam bentuk “terjemahan modern”, dan Beowulf dalam bentuk “terjemahan”.

Budaya Menerbitkan

Tatkala menonton The Benny Hill Show’ di televisi Finlandia pada akhir 1970-an, seringkali saya tidak bisa menangkap makna pembicaraan yang diucapkan dalam bahasa slang Inggris-Britania (British-English) yang amat cepat dan terikat dengan kebudayaan itu. Bahkan, untuk memahami inti dari suatu ringkasan singkat, saya harus membaca subtitle (teks terjemahan di bawah gambar film) dalam bahasa Finlandia. Saat kita mendekati batas budaya, teks yang dipindahkan menjadi semakin sulit untuk dipahami, sampai-sampai kita menyerah dan meminta terjemahan -dan pada batas inilah, Pym menegaskan, kita menyadari bahwa kita sudah berpindah dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lain.

Budaya Menerjemahkan

Setelah sebuah naskah ditulis dan diterbitkan ia akan berputar-putar pada satu koloni atau negara, kecuali jika naskah tersebut diterjemahkan oleh para penerjemah yang dapat memahami naskah sekaligus budaya asing. Kemudian naskah akan terbaca oleh banyak orang di banyak negara dengan latar belakang bahasa yang berbeda-beda.

Para pengelola perusahaan jasa penerjemah perlu memberikan edukasi penerjemahan secara etis kepada tim mereka supaya tertanam spirit yang baik, bahwa menerjemah adalah satu pekerjaan yang mencerdaskan dunis

Namun, seperti kata para teoritikus penerjemahan pasca kolonial, salah satu problema yang berkaitan dengan rumusan ini adalah kita seringkali beranggapan bahwa kita sudah memahami sebuah teks yang berasal dari suatu kebudayaan yang amat berbeda-sederhana saja, hanya karena teks itu ditulis dalam bahasa yang kita pahami.

Apakah penutur bahasa Inggris modern mengalami kebudayaan yang sama dengan Shakespeare? Atau apakah berbagai modernisasi pada karya-karya Shakespeare telah menutupi keradikalan perbedaan budaya sehingga karya karyanya itu sudah merupakan terjemahan? Jika seorang penutur asli bahasa Inggris-Amerika kerap dibuat bingung oleh bahasa percakapan sehari-hari Inggris-Britania, bagaimana ia semakin bingung dengan bahasa Inggris-Skotlandia, Inggris-Irlandia, dan satu lagi pergantian dramatis, bahasa Inggris-India dan Inggris-Afrika Selatan?

Budaya Membaca

Apakah penutur asli Inggris-Britania, Inggris-Amerika, Inggris Australia, dan Inggris-India semuanya mengalami kebudayaan yang sama? Kita mungkin menduga, hal yang serupa itu memang direncanakan oleh para penjajah Inggris, yaitu menetapkan bahasa yang sama dan lewat bahasa itu, kebudayaan yang sama di tanah jajahan. Tetapi berhasilkah itu? Kiasan budaya, perbedaan sejarah, permainan kata-kata, lelucon, dan sebagainya yang seperti apakah yang luput dari perhatian kita dalam ribuan teks yang tidak tampak memerlukan penerjemahan?

Apakah pria dan wanita dari kebudayaan yang “sama” saling memahami? Tidak, kata Deborah Tannen (1990), dan ia menciptakan istilah “genderlect” untuk melukiskan perbedaan tersebut. Apakah orang dewasa dan anak-anak dari kebudayaan yang “sama” (bahkan dari keluarga yang sama) saling memahami? Apakah anggota kelas sosial yang berbeda, atau kelompok mayoritas dan minoritas, saling memahami? Ya dan tidak. Terkadang, kita menganggap diri kita sudah paham lebih dari yang sebenarnya, karena kita mengabaikan perbedaan, bidang bidang kesalahpahaman yang signifikan; kadang-kadang, kita menyangka pemahaman kita kurang dari yang sebenarnya kita pahami, karena permusuhan dan kecurigaan budaya kuno (antara pria dan wanita, orang dewasa dan anak-anak, kelas atas dan bawah, heteroseksual dan homoseksual, anggota mayoritas dan minoritas, penutur bahasa yang “sama” dari negara maju dan negara dunia ketiga), telah membuat kita membesar-besarkan perbedaan di antara kita.

Budaya Mencerdaskan

Baik atau tidak, pekerjaan penerjemah adalah menyebarkan pemikiran para penulis atau pembuat naskah ke berbagai penjuru dengan menuliskan kembali atau menafsiri atau bahkan hanya menyalin dengan bahasa lain, tetap mereka adalah para jurnalis yang memberikan wawasan kepada dunia dan praktis memberika dampak positif dalam proses mencerdaskan dunia.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *