Otoritas Terjemahan
Tidak ada istilah atau penyataan bahwa penerjemah dan juru bahasa “mengungguli” semua persoalan kompleks sehingga kesannya ICC sebagai penengah dan kecakapan lintas budaya kalah penting. Bahkan, persoalan yang sama masih terus berlangsung sampai taraf-taraf tinggi yang menjadi ruang gerak penerjemah dan juru bahasa. Persoalan persoalan ini menjadi pusat perhatian banyak penelitian modern dalam penerjemahan.
Kelompok ilmuwan yang pertama, memulainya dengan mengeluarkan bidang realia dari studi budaya penerjemahan dan memasukkan bidang sistem sosial dan sistem politik berskala-besar yang sebelumnya dikenal dengan berbagai nama, yaitu polisistem, studi penerjemahan, studi penerjemahan deskriptif, atau aliran manipulasi (lihat Gentzler 1993). Dimulai pada akhir 1970-an, mereka – orang-orang seperti James Holmes (1975), Itamar Even Zohar 1979, 1981), Gideon Toury (1995), AndrĂ© Lefevere 91992), Susan Bassnett (1991), Mary Snell-Hornby (1995), Dirk Delabastita dan Lieven d’Hulst (1993), Theo Hermans (1985)-mengeksplorasi sistem-sistem budaya yang mengontrol penerjemahan dan dampaknya terhadap norma dan praktik penerjemahan aktual.
Keterlibatan Profesi lain
Salah satu asumsi utama mereka yang masih bertahan hingga kini ialah bahwa penerjemahan selalu dikendalikan oleh kebudayaan sasaran. Daripada memperdebatkan jenis kesepadanan yang benar yang harus dicapai dan cara pencapaiannya, mereka menegaskan bahwa struktur kepercayaan, sistem nilai, kaidah susastra dan linguistik, norma moral, dan keputusan politik dalam budaya sasaran selalu berpengaruh besar dalam membentuk penerjemahan, juga dalam proses penentuan gagasan si penerjemah tentang “kesepadanan”. (Contoh untuk persoalan ini diberikan pada latihan 1, diambil dari buku Translation, Rewriting, and the Manipulation of Literary Frame karya AndrĂ© Lefevere).
Relativisme Terjemahan
Pandangan “relativisme” ini merupakan ciri khas pergantian arah budaya yang dialami studi penerjemahan selama kira-kira dua dasawarsa terakhir: meninggalkan bentuk dan norma universal, dan menggantinya dengan bentuk dan norma yang saling bergantung secara budaya; meninggalkan aturan-aturan yang dirancang untuk mengendalikan semua penerjemah, dan menggantikannya dengan berbagai deskripsi tentang hal-hal yang ada pada kebudayaan sasaran untuk mengendalikan kebudayaan tertentu.
Setiap komunitas memiliki peran yang dapat berguna bagi komunitas itu sendiri dan bagi komunitas lain, secara internal mapun eksternal. Penerjemah harus memahami komunits profesi lain seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan lain lain. Mereka bisa jadi lebih familiar dengan dokumen dokumen medis atau farmasi. Sedang yang dilakukan oleh penerjemah terhadap dokumen medis lebih sebatas pada perabaan secara spekulatif.
0 Komentar