Intuisi Penerjemah Feminis
Ajaran para feminis dan teoritikus pasca kolonial yang telah diajarkan kepada kita sejak pertengahan 1980-an salah satunya ialah seharusnya kita sangat berhati-hati dalam mempercayai intuisi atau “abduksi” kita perihal pengetahuan budaya dan perbedaan budaya. Batas budaya terletak di tengah-tengah hal yang biasanya tampak seperti kebudayaan yang terpadu dan selaras.
Tatkala semua populasi yang terbungkam dan terpinggirkan di seluruh penjuru dunia menemukan satu suara dan mulai menceritakan kisah-kisah mereka sehingga dapat didengar kebudayaan-kebudayaan hegemoni yang telah membungkam dan meminggirkan mereka, lambat-laun kian jelas bahwa kesalahpahaman menjadi jauh lebih umum daripada yang ingin dipercayai kebanyakan masyarakat yang posisinya relatif istimewa.
Intuisi Penerjemah Liberal
Pemikiran humanis liberal tentang universalisme kebahagiaan mulai dikritik habis-habisan. Menurut pemikiran ini, pada dasarnya manusia di mana pun sama; setiap orang pada dasarnya menginginkan dan mengetahui hal-hal yang sama dan menggunakan bahasa dengan cara yang hampir sama, sehingga segala sesuatu yang dapat dikatakan dalam satu bahasa dapat pula dikatakan dalam bahasa lain.
Universalisme tersebut semakin lama semakin tampak sebagai ilusi yang diproyeksikan keluar oleh kebudayaan-kebudayaan hegemoni (patriarki, kolonialisme, kapitalisme) dalam rangka memaksa kebudayaan jajahan agar menyesuaikan diri dengan norma-norma sentral: jadilah seperti kami dan kau akan menjadi beradab, modern, berbudaya, rasional, cerdas; jadilah seperti kami dan kau akan kelihatan “benar-benar manusiawi”, bagian dari “persaudaraan umat manusia” yang agung.
Intuisi Pengelola Jasa Penerjemah
Munculnya kesadaran ini berdampak pada bangkitnya kecurigaan terhadap intuisi budaya-terhadap lompatan “abduktif” ‘yang berkaitan dengan makna kata, frasa, atau teks ini atau itu. “Penerjemah dari negara maju seharusnya jangan pernah menganggap benar intuisinya tentang makna teks dari negara dunia-ketiga”. Inilah sebuah pernyataan untuk zaman kita yang langsung tercetus dalam sebuah konferensi penerjemahan. Demikian pula halnya seorang penerjemah pria jangan sekali-kali pernah menganggap benar intuisinya perihal makna teks yang ditulis oleh seorang wanita; penerjemah kulit putih perihal makna teks yang ditulis seorang kulit berwarna, dst.
Dalam faktanya, banyak sekali penerjemah yang merasa yakin dengan intuisi bahwa satu kalimat memiliki makna seperti yang terbersit dalam fikiran penerjemah. Padahal bisa jadi itu hanya intuisinya saja yang sejak membaca langsung memberikan pemahaman. Penerjemah Harus berhati-hati dalam menggunakan intuisinya.
0 Komentar